Kamis, 27 Oktober 2011

Evaluasi Kinerja Struktur Baja Tahan Gempa

Abstrak

Indonesia merupakan daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko bencana yang terjadi diperlukan
konstruksi bangunan tahan gempa. Perencanaan tahan gempa umumnya didasarkan pada analisa
struktur elastis yang kemudian diberi faktor beban untuk mensimulasi kondisi ultimate (batas).
Kenyataannya bahwa perilaku keruntuhan bangunan saat gempa adalah inelastis. Evaluasi yang
dapat memperkirakan kondisi inelastis bangunan saat gempa perlu untuk mendapatkan jaminan
bahwa kinerjanya memuaskan saat gempa. Analisa dan evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan
analisa pushover yang built-in pada program SAP2000, sedangkan titik kinerja untuk evaluasi masih
harus ditentukan tersendiri dengan berbagai metoda (kecuali metode Spektrum Kapasitas). Analisa
pushover (beban dorong statik) adalah analisa statik nonlinier perilaku keruntuhan struktur terhadap
gempa, sedangkan titik kinerja adalah besarnya perpindahan maksimum struktur saat gempa rencana.
Hasil studi kasus pada portal baja 3D menyimpulkan bahwa titik kinerja yang menentukan adalah
metode Koefisien Perpindahan FEMA-356 (ASCE, 2000) , sedangkan metode Spektrum Kapasitas
(built-in) yang mengacu ATC-40 (ATC, 1996) memberikan nilai paling kecil (tidak konservatif).
Analisa pushover juga menunjukkan bahwa daktilitas portal berbeda dalam arah saling tegak
lurusnya, masukan penting untuk antisipasi gempa besar yang mungkin terjadi diluar gempa rencana.
Kata kunci : gempa, titik kinerja, daktail, struktur baja , analisa pushover
1 Pendahuluan
Tahun 2004, tercatat tiga gempa besar di Indonesia yaitu di kepulauan Alor (11 Nov. skala 7.5),
gempa Papua (26 Nov., skala 7.1) dan gempa Aceh (26 Des., skala 9.2) yang disertai tsunami.
Gempa Aceh menjadi yang terbesar pada abad ini setelah gempa Alaska 1964 (Kerry Sieh , 2004).
Kondisi itu menyadarkan kita, bahwa Indonesia merupakan daerah rawan terjadinya gempa.
Bangunan pada daerah rawan gempa harus direncanakan mampu bertahan terhadap gempa. Trend
perencanaan yang terkini yaitu performance based seismic design, yang memanfaatkan teknik
analisa non-linier berbasis komputer untuk menganalisa perilaku inelastis struktur dari berbagai
macam intensitas gerakan tanah (gempa), sehingga dapat diketahui kinerjanya pada kondisi kritis.
Selanjutnya dapat dilakukan tindakan bilamana tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan.
Metode tersebut mulai populer sejak diterbitkannya dokumen Vision 2000 (SEAOC, 1995) dan
NEHRP (BSSC, 1995), yang didefinisikan sebagai strategi dalam perencanaan, pelaksanaan dan
perawatan/perkuatan sedemikian agar suatu bangunan mampu berkinerja pada suatu kondisi gempa
yang ditetapkan, yang diukur dari besarnya kerusakan dan dampak perbaikan yang diperlukan.
Kriteria kinerja yang ditetapkan Vision 2000 dan NEHRP adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Kriteria Kinerja

Level Kinerja

NEHRP
Vision 2000
Penjelasan
Operational
Fully Functional
Tak ada kerusakan berarti pada struktur dan non-struktur, bangunan tetap berfungsi.
Immediate

Occupancy

Operational Tidak ada kerusakan yang berarti pada struktur, dimana kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi sebelum gempa. Komponen non-struktur masih berada ditempatnya dan sebagian besar masih berfungsi jika utilitasnya tersedia.Bangunan dapat tetap berfungsi dan tidak terganggu dengan masalah perbaikan.

Life Safety
Life Safe
Terjadi kerusakan komponen struktur, kekakuan berkurang, tetapi masih mempunyai ambang yang cukup terhadap keruntuhan. Komponen non-struktur masih ada tetapi tidak berfungsi. Dapat dipakai lagi jika sudah dilakukan perbaikan.
Collapse

Prevention

Near Collapse Kerusakan yang berarti pada komponen struktur dan non-struktur. Kekuatan strukturdan kekakuannya berkurang banyak, hampir runtuh. Kecelakaan akibat kejatuhan material bangunan yang rusak sangat mungkin terjadi.

Sejak itu, aktivitas riset menjadi sangat intensif di dunia khususnya di USA dan Eropa. Di USA ,
badan Federal Emergency Management Agency (FEMA) bekerja sama dengan Applied
Technology Council (ATC), Earthquake Engineering Research Center (EERC) Universitas
California, Berkeley, Building Seismic Safety Council (BSSC), dan SAC Joint Venture banyak
menghasilkan publikasi yang terkait dengan perencanaan berbasis kinerja. Sehingga akhirnya
metoda tersebut dapat diterima secara luas oleh komunitas rekayasa sebagai prosedur canggih
untuk berbagai aplikasi. Meskipun saat ini perencanaan berbasis kinerja difokuskan pada
perencanaan bangunan tahan gempa, tetapi cara yang sama dapat juga digunakan untuk
perencanaan bangunan terhadap bahaya angin topan (tornado), ledakan dan kebakaran dengan baik.

2 Perencanaan Tahan Gempa Berbasis Kinerja
Saat ini, sebagian besar bangunan tahan gempa direncanakan dengan prosedur yang ditulis dalam
peraturan perencanaan bangunan (building codes). Peraturan dibuat untuk menjamin keselamatan
penghuni terhadap gempa besar yang mungkin terjadi, dan untuk menghindari atau mengurangi
kerusakan atau kerugian harta benda terhadap gempa sedang yang sering terjadi. Meskipun
demikian, prosedur yang digunakan dalam peraturan tersebut tidak dapat secara langsung
menunjukkan kinerja bangunan terhadap suatu gempa yang sebenarnya, kinerja tadi tentu terkait
dengan resiko yang dihadapi pemilik bangunan dan investasi yang dibelanjakan terkait dengan
resiko diambil.
Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance-based seismic design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru maupun perkuatan (upgrade) bangunan yang sudah ada , dengan pemahaman yang realistik terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang akan datang.
Proses perencanaan tahan gempa berbasis kinerja dimulai dengan membuat model rencana
bangunan kemudian melakukan simulasi kinerjanya terhadap berbagai kejadian gempa. Setiap
simulasi memberikan informasi tingkat kerusakan (level of damage), ketahanan struktur, sehingga dapat memperkirakan berapa besar keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang akan terjadi. Perencana selanjutnya dapat mengatur ulang resiko kerusakan yang dapat diterima sesuai dengan resiko biaya yang dikeluarkan.

Gambar 1. Illustrasi Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja ( ATC 58 )

Hal penting dari perencanaan berbasis kinerja adalah sasaran kinerja bangunan terhadap gempa
dinyatakan secara jelas, sehingga pemilik, penyewa , asuransi, pemerintahan atau penyandang dana
mempunyai kesempatan untuk menetapkan kondisi apa yang dipilih, selanjutnya ketetapan tersebut
digunakan insinyur perencana sebagai pedomannya.
Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan (earthquake hazard) , dan
taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap
kejadian gempa tersebut. Mengacu pada FEMA-273 (1997) yang menjadi acuan klasik bagi
perencanaan berbasis kinerja maka kategori level kinerja struktur , adalah :
Segera dapat dipakai (IO = Immediate Occupancy),
Keselamatan penghuni terjamin (LS = Life-Safety),
Terhindar dari keruntuhan total (CP = Collapse Prevention).
Gambar 1 menjelaskan secara kualitatif level kinerja (performance levels) FEMA 273 yang
digambarkan bersama dengan suatu kurva hubungan gaya-perpindahan yang menunjukkan perilaku struktur secara menyeluruh (global) terhadap pembebanan lateral. Kurva tersebut dihasilkan dari analisa statik non-linier khusus yang dikenal sebagai analisa pushover, sehingga disebut juga sebagai kurva pushover. Sedangkan titik kinerja (performance point) merupakan besarnya perpindahan titik pada atap pada saat mengalami gempa rencana, dapat dicari menggunakan metoda yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.
Selanjutnya diatas kurva pushover dapat digambarkan secara kualitatif kondisi kerusakan yang
terjadi pada level kinerja yang ditetapkan agar awam mempunyai bayangan seberapa besar
kerusakan itu terjadi. Selain itu dapat juga dikorelasikan dibawahnya berapa prosentase biaya dan waktu yang diperlukan untuk perbaikan. Informasi itu tentunya sekedar gambaran perkiraan,
meskipun demikian sudah mencukupi untuk mengambil keputusan apa yang sebaiknya harus
dilakukan terhadap hasil analisis bangunan tersebut.

3 Analisa Statik Nonlinier (Pushover)
Analisa statik nonlinier merupakan prosedur analisa untuk mengetahui perilaku keruntuhan suatu
bangunan terhadap gempa, dikenal pula sebagai analisa pushover atau analisa beban dorong statik. Kecuali untuk suatu struktur yang sederhana, maka analisa ini memerlukan komputer program untuk dapat merealisasikannya pada bangunan nyata. Beberapa program komputer komersil yang tersedia adalah SAP2000, ETABS, GTStrudl, Adina. Analisa dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada struktur, yang kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai satu target perpindahan lateral dari suatu titik acuan tercapai. Biasanya titik tersebut adalah titik pada atap, atau lebih tepat lagi adalah pusat massa atap. Analisa pushover menghasilkan kurva pushover (Gambar 1), kurva yang menggambarkan
hubungan antara gaya geser dasar (V) versus perpindahan titik acuan pada atap (D) .
Pada proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh disatu atau lebih lokasi di struktur  tersebut. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Kurva pushover dipengaruhi oleh pola distribusi gaya lateral yang digunakan sebagai beban dorong. Tujuan analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh informasi bagian mana saja yang kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya. Cukup banyak studi menunjukkan bahwa analisa statik pushover dapat memberikan hasil mencukupi (ketika dibandingkan dengan hasil analisa dinamik nonlinier) untuk bangunan regular dan tidak
tinggi.
Analisa pushover dapat digunakan sebagai alat bantu untuk perencanaan tahan gempa , asalkan
menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada , yaitu :
Hasil analisa pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun perilaku gempa
yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu siklus tertentu, sedangkan sifat
pembebanan pada analisa pushover adalah statik monotonik.
Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisa adalah sangat penting.
Untuk membuat model analisa nonlinier akan lebih rumit dibanding model analisa linier. Model
tersebut harus memperhitungkan karakteristik inelastik beban-deformasi dari elemen-elemen
yang penting dan efek P-Δ.

3.1 Tahapan Utama dalam Analisa Pushover

Tahapan utama dalam analisa pushover adalah :
1. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman besarnya
perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun kurva pushover.
2. Membuat kurva pushover berdasarkan berbagai macam pola distribusi gaya lateral terutama
yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inertia , sehingga diharapkan deformasi yang terjadi
hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa. Oleh karena sifat gempa
adalah tidak pasti, maka perlu dibuat beberapa pola pembebanan lateral yang berbeda untuk
mendapatkan kondisi yang paling menentukan.
3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan). Titik kontrol
didorong sampai taraf perpindahan tersebut, yang mencerminkan perpindahan maksimum yang
diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan.
4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target perpindahan :
merupakan hal utama dari perencanaan barbasis kinerja. Komponen struktur dan aksi
perilakunya dapat dianggap memuaskan jika memenuhi kriteria yang dari awal sudah
ditetapkan, baik terhadap persyaratan deformasi maupun kekuatan. Karena yang dievaluasi
adalah komponen maka jumlahnya relatif sangat banyak, oleh karena itu proses ini sepenuhnya
harus dikerjakan oleh komputer (fasilitas pushover dan evaluasi kinerja yang terdapat secara
built-in pada program SAP2000, mengacu pada FEMA - 356). Oleh karena itulah mengapa
pembahasan perencanaan berbasis kinerja banyak mengacu pada dokumen FEMA.

3.2 Waktu Getar Alami Efektif

Analisa eigen-value pada umumnya digunakan untuk mengetahui waktu getar alami bangunan,
dimana informasi tersebut sangat penting untuk mendapatkan estimasi besarnya gaya gempa yangakan diterima oleh bangunan tersebut. Analisa eigen-value dilaksanakan menggunakan data-data yang masih dalam kondisi elastis linier, padahal pada saat gempa kondisi bangunan mengalami keadaan yang berbeda, yaitu berperilaku in-elastis. Oleh karena itu waktu getar alami bangunan pada saat gempa maksimum berbeda dengan hasil analisa eigen-value. Waktu getar alami yang memperhitungkan kondisi in-elastis atau waktu getar efektif, Te , dapat diperoleh dengan bantuan kurva hasil analisa pushover.

Gambar 2. Parameter Waktu Getar Fundamental Effektif dari Kurva Pushover

Untuk itu , kurva pushover diubah menjadi kurva bilinier untuk mengestimasi kekakuan lateral
efektif bangunan, Ke, dan kuat leleh bangunan, Vy. Kekakuan lateral efektif dapat diambil dari
kekakuan secant yang dihitung dari gaya geser dasar sebesar 60% dari kuat leleh. Karena kuat leleh
diperoleh dari dari titik potong kekakuan lateral efektif pada kondisi elastis (Ke) dan kondisi inelastis
(αKe), maka prosesnya dilakukan secara trial-error. Selanjutnya waktu getar alami efektif,
Te dihitung sebagai :

Te =  Ti K i / Ke

dimana Ti dan Ki adalah perioda alami awal elastis (dalam detik) dan kekakuan awal bangunan
pada arah yang ditinjau.

3.3 Target Perpindahan

Gaya dan deformasi setiap komponen / elemen dihitung terhadap “perpindahan tertentu” di titik
kontrol yang disebut sebagai “target perpindahan” dengan notasi δt dan dianggap sebagai
perpindahan maksimum yang terjadi saat bangunan mengalami gempa rencana.
Untuk mendapatkan perilaku struktur pasca keruntuhan maka perlu dibuat analisa pushover untuk
membuat kurva hubungan gaya geser dasar dan perpindahan lateral titik kontrol sampai minimal
150% dari target perpidahan, δt.
Permintaan membuat kurva pushover sampai minimal 150% target perpindahan adalah agar dapat
dilihat perilaku bangunan yang melebihi kondisi rencananya. Perencana harus memahami bahwa
target perpindahan hanya merupakan rata-rata nilai dari beban gempa rencana. Perkiraan target
perpindahan menjadi kurang benar untuk bangunan yang mempunyai kekuatan lebih rendah dari
spektrum elastis rencana. Meskipun tidak didukung oleh data pada saat dokumen FEMA 356 ditulis
tetapi diharapkan bahwa 150% target perpindahan adalah perkiraan nilai rata-rata ditambah satu
standar deviasi perpindahan dari bangunan dengan kekuatan lateral melebih 25% dari kekuatan
spektrum elastis.
Analisa pushover dilakukan dengan memberikan beban lateral pada pola tertentu sebagai simulasi
beban gempa, dan harus diberikan bersama-sama dengan pengaruh kombinasi beban mati dan tidak
kurang dari 25% dari beban hidup yang disyaratkan. Beban lateral harus diberikan pada pusat
massa untuk setiap tingkat. FEMA 273 mensyaratkan minimal harus diberikan dua pola beban yang
berbeda sebagai simulasi beban gempa yang bersifat random, sehingga dapat memberikan
gambaran pola mana yang pengaruhnya paling jelek. Selanjutnya beban tersebut harus diberikan
secara bertahap dalam satu arah (monotonik).
Kriteria evaluasi level kinerja kondisi bangunan didasarkan pada gaya dan deformasi yang terjadi
ketika perpindahan titik kontrol sama dengan target perpindahan δt. Jadi parameter target
perpindahan sangat penting peranannya bagi perencanaan berbasis kinerja.
Ada beberapa cara menentukan target perpindahan, dua yang cukup terkenal adalah Displacement
Coeficient Method atau Metoda Koefisien Perpindahan (FEMA 273/274, FEMA 356 / 440 dan
ATC 40) dan Capacity Spectrum Method atau Metoda Spektrum Kapasitas (FEMA 274 / 440,
ATC 40). Selain itu ada persyaratan perpindahan dari SNI 1726-2002 yang dapat dijadikan sebagai
kriteria kinerja, akan dibahas pula.

Daftar pustaka
1.  http://sipil-uph.tripod.com/wiryanto_di_soegijapranata.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar